Selasa, 09 Desember 2014

CERITAKU

Nafasmu Sakiti Jiwaku

Mendua bagaikan madu di tangan kanan dan racun di tangan kiri. Berkali aku mencecap rasa itu dari mulut para pria. Tentu sudah berkali-kali aku jatuh bangun dan terpuruk. Sekali aku jatuh aku malah bertahan untuk terus mendapatkannya kembali. Meski aku tahu, dia tidak pernah lagi menggubrisku dan asik dengan wanita lain pilihannya.
Hatiku bisa dibilang sekeras baja, tak mempedulikan apakah aku akan tersakiti kembali atau tidak. Pendirianku cukup tangguh. Banyak yang mengatakan kalau aku ini sangat susah untuk dinasehati. Bahkan ketika aku sudah hancur dan aku kembali terjatuh. Tapi aku tetap mencoba berdiri kembali untuk tujuan yang sama.
Aku bisa saja setia bisa juga aku berkhianat. Banyak lelaki yang ingin memilikiku. Hanya saja aku seringkali tak peduli dengan mereka yang setia menungguku di sana. Aku lebih senang memikirkan mereka yang selalu menyakitiku dengan berjuta alasan. Aku tipe wanita yang suka memecahkan masalah. Aku tidak suka meninggalkan sebuah masalah yang tak ada ujungnya. Terkadang aku sering bingung dengan tingkahku yang tak sewajarnya orang lain. Orang lain akan meninggalkan masalah apabila ia sudah tahu resiko yang akan diterimanya. Serta cenderung akan meninggalkan yang lama. Tapi tidak denganku. Sekali aku disakiti justru aku semakin mendekat dengan masa lalu yang menyakitiku. Seolah memberi pesan bahwa aku wanita tangguh yang pantang menyerah. Terkadang aku selalu merengek untuk diberi kesempatan memperbaikinya sekali lagi. Namun yang ia lakukan adalah semakin memberiku luka. Sekali lagi aku semakin bangkit dengan apa yang diberikan kepadaku. Aku semakin tertantang untuk selalu mendekatinya.
Jangan tanya aku siapa karena aku adalah wanita yang tangguh untuk urusan perasaan dan hati dalam hidupku. Aku senang dengan sebuah ketepatan. Tak suka keraguan dan senang akan petualangan. Prinsipku adalah hidup mandiri tanpa ada orang lain yang mengatur. Aku sudah jengah seumur hidup ditimpa kekerasan oleh orangtuaku sendiri. Aku ingin selalu menjadi yang utama dan selalu yang terbaik tanpa ada orang yang mengatur secara spesifik tentang hidupku. Aku sudah bisa membedakan mana yang baik untukku dan mana yang tidak baik untukku.
Pengalaman cintaku tak seindah jalan cerita ini. Berkali-kali aku dibodohi oleh bebrapa pria yang singgah di hatiku. Aku hanya memikirkan rasa tanpa logika. Cinta yang buta akan kesakitan. Cinta yang tak seteliti detektif. Aku terlalu gegabah untuk mengambil sebuah keputusan bercinta dengan pria. Karena aku tak pernah diperbolehkan mengenal apa itu pacaran semasa SMP dan SMA. Jadilah aku seorang wanita bodoh tentang cinta. Aku dipermainkan bahkan dimanfaatkan. Aku pintar dan cerdas dalam pekerjaan. Prestasiku gemilang di akademik. Tapi aku tak pernah berprestasi di bidang cinta.
Aku kenal dengannya semenjak aku masuk Universitas. Dia lebih muda dariku namun pemikirannya jauh di atasku. Aku seperti orang yang kehilangan akal pada waktu itu. Tak pernah berpikir aku akan disakiti dan aku akan dipermainkan. Dia hanya menggantung cintaku. Dia hanya mempermainkan aku. Dia hanya sekedar mencabik hidupku. Aku boneka baginya. Hingga aku tahu aku hanya pelampiasan sakit hatinya.
Aku tersadar ketika aku menemukan diriku dalam keadaan jatuh terpuruk dan aku telah sadar bahwa dia mengguna-guna diriku untuk permainannya saja. Aku menyesal namun tak ada gunanya juga. Dia sudah keluar dari Universitas dan ke luar Jawa untuk bekerja. Aku hanya bisa bengong mendengarnya dan terselip sebuah dendam untuknya. Aku tak bisa memaafkannya begitu saja. Ketika aku mendengar di jejaring sosial bahwa ada seorang wanita menandai foto mesra bersamanya. Aku mengutuk diriku sendiri bersama dengan dia yang telah berbohong untuk keegoannya.
Semangat yang dulu pernah ia berikan dan selalu ada untukku kini lenyap dalam sekejap jika aku teringat sikapnya terhadapku. Aku tak pernah bisa menangis untuknya. Namun aku menyimpan sejuta dendam kepadanya. Aku tak pernah rela dia dimiliki wanita yang jauh di bawahku. Baik dari segi prestasi maupun kehidupannya.
Aku sempat beralih tambatan hati. Tapi sama saja dengan yang lama. Aku selalu salah di matanya. Aku selalu dianggap tak pernah punya kesan untuknya. Terkadang dia memberiku semangat tapi terkadang dia acuh padaku. Selalu hadir dalam ingatanku jika ia selalu memujiku dan memberikan aku kebenaran jika aku melakukan kesalahan di matanya.
“Kamu harus bisa ngomong depan orang banyak Vi, kalo nggak sekarang kapan lagi?”
“Kamu bagus dan hebat Vi, aku salut sama kamu. Aku juga seneng disukai cewek sebaik kamu. Kamu beda.”
Setiap kata-katanya selalu berkesan di hatiku. Namun sekali lagi aku tak bisa mendapatkan dia. Dia lebih menyukai wanita yang jauh di bawahku dari segi prestasi. Aku hanya mencoba rela melepasnya perlahan karena aku merasa dia mulai menjauh dariku. Namun tetap terbesit di hatiku suatu saat dia akan menjadi suamiku meskipun sekarang aku belum menjadi apa-apanya.
“Vioni, kamu jangan terlalu berharap sama dia. Kamu belum tahu dia kayak apa. Masa kamu suka sih sama dia. Aku nggak suka sama dia Vi,” kata sahabatku suatu hari yang ternyata juga disukai oleh cowok idamanku waktu itu.
“Tapi apa alasannya Fa? Dia itu pinter, punya prinsip. Jelas aku suka sama dia. Jiray tidak seburuk apa katamu, Favea.” kataku tak mau disanggah.
“Terserah kamu Vi, yang jelas aku udah memperingatkan.” katanya sambil berlalu.
Aku tak habis pikir kenapa Favea sahabatku sebegitu tidak sukanya dengan Jiray. Aku sempat berpikir bahwa Favea juga suka dengan Jiray. Lama aku dan Favea tak pernah saling bicara hanya gara-gara masalah Jiray.
Pada akhirnya Favea mengajakku ke Asrama putri dan menyeretku ke kamarnya. Aku hanya diam saja sampai Favea berbicara terlebih dahulu.
“Dengerin aku Vi, sekali ini saja. Aku nggak mau kamu terlalu berharap sama Jiray. Karena apa? Kamu nggak tahu kan kalau Jiray itu sering banget deket sama cewek. Tapi cewek yang satu ini beda Vi, dia Shawn. Orang yang paling kamu benci karena semenjak aku dekat dengan Shawn kau bilang aku berubah menjauhimu dan acuh padamu. Aku baru percaya padamu sekarang setelah Jiray bercerita padaku panjang lebar tentang perasaanya pada Shawn. Itulah alasannya Jiray acuh padamu sekarang dan tak pernah berkesan di hatinya. Aku hanya nggak pengen kamu terlalu berharap dan luka Vi. Karena kamu sahabatku, kamu adikku, kamu perlu aku jaga karena kamu adalah bagian penting di setiap masalah yang aku alami.” jelas Favea panjang lebar.
Aku hanya diam saja mendengarnya. Tetapi aku tak kuasa ketika dia menatapku dengan rasa iba kepadaku. Aku tahu apa maksudnya sekarang. Hening sejenak tapi aku mulai berpikir bahwa pedulinya sahabatku satu ini terhadap perasaanku. Dan aku memeluknya erat sambil berkata, “Maafkan aku Fa, aku salah sangka. Ternyata kamu jauh lebih peduli sama aku.”
Favea hanya terdiam dan menitihkan air mata harunya.
“Sudah sepantasnya aku peduli padamu. Karena kau juga selalu peduli terhadapku. Aku akan selalu menjagamu. Selalu untuk bersama.” katanya.
Kemudian kami keluar dan mencari makan untuk menenangkan diri. Sepanjang perjalanan aku hanya berpikir bahwa Nafas yang diberikan Jiray justru menyakiti Jiwaku. Pengharapan palsu yang selalu dia berikan tanpa penjelasan dan kemudian menghilang tanpa alasan.
Aku mulai menata hidupku kembali. Tanpa Jiray yang sudah menggoreskan pisau harapan semu untukku. THE END

Tidak ada komentar:

Posting Komentar